#SakinahMenulis-Mengarungi bahtera rumah tangga bersama-sama adalah kebahagiaan setiap pasangan suami istri. Ditambah lagi dengan hadirnya anak, anugrah dari Tuhan tersebut akan terasa makin sempurna. Untuk itu, setiap Ayah dan Ibu pastilah berusaha memberikan yang terbaik demi Sang Buah Hati. Salah satunya adalah dengan memberikan ASI (Air Susu Ibu) baik secara eksklusif (usia 0-6 bulan), maupun hingga bayi berusia 2 tahun. Harus diakui, Ibu yang mampu memberikan ASI kepada bayinya di zaman yang serba kekinian ini bukanlah pilihan yang sulit, namun juga tidak berarti mudah. ASI ataupun cairan susu yang diproduksi kelenjar mamae di tubuh Ibu merupakan satu-satunya asupan terbaik yang dibutuhkan bayi. Komposisi ASI yang sangat pas terhadap kebutuhan nutrisi di tubuh bayi menjadikan ASI adalah pilihan yang tak bisa ditawar-tawar demi kebaikan buah hati. Namun alasan ini ternyata belum juga membuat ibu dapat serta merta memberikan ASI terbaik bagi bayinya. Mengapa?
ASI dan Ibu yang Makin Kekinian
Dari berbagai sumber, dikatakan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sepakat menyatakan di dalam ASI terkandung komponen makronutrien berupa karbohidrat, protein, lemak dan mikronutrien berupa vitamin, mineral ditambah air sehingga bayi tercukupi kebutuhannya selama enam bulan pertama tanpa perlu minuman atau makanan tambahan lain. Hal ini makin diperkuat dengan berbagai studi di negara berkembang yang menyimpulkan, ASI bermanfaat untuk mengurangi morbiditas dan kematian akibat penyakit menular pada anak, serta menurunkan resiko kematian akibat infeksi dalam 2 (dua) tahun pertama kehidupan, serta memperkecil kejadian penyakit yang berkaitan dengan gizi buruk.
Dari berbagai sumber, dikatakan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sepakat menyatakan di dalam ASI terkandung komponen makronutrien berupa karbohidrat, protein, lemak dan mikronutrien berupa vitamin, mineral ditambah air sehingga bayi tercukupi kebutuhannya selama enam bulan pertama tanpa perlu minuman atau makanan tambahan lain. Hal ini makin diperkuat dengan berbagai studi di negara berkembang yang menyimpulkan, ASI bermanfaat untuk mengurangi morbiditas dan kematian akibat penyakit menular pada anak, serta menurunkan resiko kematian akibat infeksi dalam 2 (dua) tahun pertama kehidupan, serta memperkecil kejadian penyakit yang berkaitan dengan gizi buruk.
Pentingnya memberikan ASI ini juga disahuti oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) nomor 33 tahun 2012 bab III yang berbunyi, “Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada Bayi yang dilahirkannya.” Meski demikian, catatan tentang rendahnya Ibu memberikan ASI kepada bayinya masih saja ada. Berbagai faktor dan kendala kerap menjadi hambatan Ibu, diantaranya bagi Ibu yang bekerja atau yang sedang melanjutkan pendidikan, pemberian produk susu formula, kebiasaan menyapih anak di usia dini, hingga alasan kesehatan sang Ibu. Ke semua kendala ini merupakan problem yang pada akhirnya berimbas pada tumbuh kembang si kecil, di mana menyusui bisa jadi dipandang bukan bagian dari proses menjadikan anak generasi cemerlang, melainkan sebatas aktivitas konsumsi semata.
Lalu Dimana Peran Ayah?
Lalu Dimana Peran Ayah?
Tidak dapat dipungkiri, kekuatan seorang Ibu dalam membesarkan anaknya terletak pada manajemen dan perlindungan yang diberikan seorang Ayah. Posisinya sebagai partner dan pemimpin di rumah tangga menjadikan Ibu orang kedua pengambil keputusan yang sering kali membutuhkan arahan dan dukungan maksimal. Demikian pula dalam hal memberikan ASI terbaik untuk bayi. Peran serta kesadaran Ayah untuk memotivasi Sang Istri terletak pada seberapa peduli dan bersinergi.
Dewasa ini, fenomena psikologis Baby Blues, -syndrome Ibu yang kelelahan fisik dan mental pasca melahirkan- kerap menjadi perbincangan kaum Ibu-Ibu di media sosialnya. Hal ini juga mestinya menjadi sorotan, bahwa secerdas apapun Sang Ibu dalam mengatur masa tumbuh terbaik buah hatinya, Ibu tetap butuh Ayah, si motivator hebat. Menyadarkan Ibu dan Ayah akan fungsi dan perannya untuk saling mengisi adalah kunci keberhasilan dalam pemberian ASI. Tanggung jawab seorang Ayah untuk mencari nafkah terbaik sehingga Ibu tidak kekurangan nutrisi saat menyusui, memperhatikan kebutuhan fisik Ibu seperti tidak berjaga dan begadang terus menerus, membantu Ibu saat melakukan pekerjaan rumah tangga, hingga menghiburnya di kala jenuh adalah tugas Ayah.
Dewasa ini, fenomena psikologis Baby Blues, -syndrome Ibu yang kelelahan fisik dan mental pasca melahirkan- kerap menjadi perbincangan kaum Ibu-Ibu di media sosialnya. Hal ini juga mestinya menjadi sorotan, bahwa secerdas apapun Sang Ibu dalam mengatur masa tumbuh terbaik buah hatinya, Ibu tetap butuh Ayah, si motivator hebat. Menyadarkan Ibu dan Ayah akan fungsi dan perannya untuk saling mengisi adalah kunci keberhasilan dalam pemberian ASI. Tanggung jawab seorang Ayah untuk mencari nafkah terbaik sehingga Ibu tidak kekurangan nutrisi saat menyusui, memperhatikan kebutuhan fisik Ibu seperti tidak berjaga dan begadang terus menerus, membantu Ibu saat melakukan pekerjaan rumah tangga, hingga menghiburnya di kala jenuh adalah tugas Ayah.
Terakhir, saya mengutip puisi “Anakmu Bukanlah Milikmu” karya penyair legendaris Kahlil Gibran, yang berbunyi : “Anak adalah kehidupan, mereka sekedar lahir melaluimu tetapi bukan berasal darimu.” Semoga Ayah dan Ibu semakin memahami bahwa anak merupakan karunia Tuhan yang mesti dijaga, dirawat, dan dibesarkan sebagaimana fitrahnya. Ayo Ayah, bantu Ibu menyusui bayi dengan motivASI! Selamat merayakan Pekan ASI Sedunia.
www.kinamariz.com
World Brestfeeding Week -Image Source by Google.com-
|
Medan, Agustus 2016
Ditulis oleh Sakinah Annisa Mariz
No comments
Mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Terima kasih.